Selasa, 23 Februari 2010

"Seberapa Pentingkah Tuhan...."

Sebuah pertanyaan yang sangat menggugah keyakinan ataupun kepercayaan manusia tentang peranan Tuhan dalam kehidupan ini. Apakah Dia betul-betul penting atau perlu mendapat tempat dalam sejarah kehidupan manusia sampai sekarang ini? Atau jangan-jangan manusia hanya mnganggap penting keberadaan-Nya, hanya sebatas dari dulu manusia diajarkan tentang-Nya, misalnya melalui pengajian-pengajian agama, shalat, dan lain-lain sebagainya. Tapi yang pasti dari pertanyaan tersebut adalah tentang pengakuan adanya Tuhan.

Keberadaan akan kehadiran Tuhan bukan lagi merupakan sebuah anggapan atau ilusi yang dihadirkan oleh manusia seperti yang telah diungkapkan oleh para kalangan ateis dengan berbagai teorinya. Yang menjadi pokok persoalan adalah seberapa besarkah pengaruh atau peranan Tuhan dalam kehidupan manusia? Jawaban yang mudah dan cepat tentu bisa diberikan oleh manusia yang mengaku beriman bahwa Tuhan mempengaruhi dan berperanan penting dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Akan tetapi jika masing-masing individu manusia mau jujur pada diri sendiri sebesar itukah peranannya dalam kehidupan manusia, marilah masing-masing individu manusia merenungi sejenak untuk melakukan kilas balik seluruh agenda kehidupan manusia yang benar-benar dirasakan dipengaruhi oleh Tuhan. Seringkali dan bahkan kebanyakan kehidupan manusia berjalan tanpa pengaruh atau peranan dari Tuhan. Mandi, makan, bekerja, dan melakukan banyak aktivitas lainnya tanpa merasa perlu hadirnya Tuhan. Lalu dimanakah pernyataan bahwa Tuhan mempengaruhi dan berperanan dalam segala aspek kehidupan manusia untuk mendapatkan tempat pembenarannya.

Sesungguhnya tidak berbeda jauh dalam hal keyakinan dalam masa kerisalahan Nabi Muhammad SAW. Saat itu orang-orang kafir quraisy bukanlah orang yang tidak bertuhan sama sekali, dan ketika mereka ditanya siapakah pencipta dan pemilik alam semesta ini? Jawab mereka adalah Allah (Qs, 23:84-85). Akan tetapi konsekuesi jawaban tersebut tidak dilanjutkan oleh mereka. Bahkan mereka lebih percaya kepada kekuatan-kekuatan lain dalam kehidupan kesehariannya. Dan begitulah ketika cara hidup dan budaya berkembang dari bentuk pengembara, nomadis, menjadi penggembala, peranan Tuhan sendiri berubah.
Dalam kebudayaan nomadis peranan Tuhan terasa sentral, akan tetapi ketika kebudayaan ini berubah, peranan Tuhan ikut berubah dan terasa merosot. Peranan Tuhan kalah oleh kekuatan-kekuatan langit, karena kekuatan itu dapat mengubah musim iklim, cuaca, mendatangkan petir, hujan, angin dan taupan. Pada kekuatan langit itu hidup dipengaruhi dan kesejahteraan ditentukan. Kekuatan itulah yang disembah dan dipuja. Namun jika ternyata suatu saat kekuatan itu tak lagi mampu membantu mereka, mereka akan kembali menyeru dan menghadap lagi kepada Tuhan.