Senin, 05 April 2010

SURABI EMAK SYUTI

Bagi warga Bandung Surabi Gaul Enhai merupakan tempat makan yang udah kadung popular malah agak sedikit fenomenal untuk makanan sekelas tradisional yang biasa diterima dikalangan anak muda. Bayangkan saja, setiap malam tempat makan surabi gaul di Enhai (NHI) ini cukup ramai, sampai-sampai kalau weekend pengunjung sampe antri hanya untuk mencicipi kelezatan surabi enhai. Tempatnya juga cukup strategis di pinggir jalan Setiabudi naik sedikit dari Simpang Geger Kalong. Tepatnya di pinggir kanan jalan persis di depan Kampus NHI (En-Hai) jika kita dari bawah. Namanya Serabi Gaul atau serabi imut.
Camilan tradisional ala Bandung ini semakin ngetop dengan berbagai jenis toppingnya itu emang gak ada matinya. Di Bandung sepanjang Jl. Setiabudi, orang-orang rela antri untuk membeli jajanan khas sunda ini, yang Sudah dimodifikasi topping dan cita rasa surabinya macem macem. “inget dulu tetangga saya yang suka bikin surabi, setiap lari pagi, pulangnya saya nongkrong beli surabi dulu. Masih terasa jelas kelezatan rasanya saat saya menyantap surabi oncom miliknya. Rasa sensasi pedas juga wangi kencur dan wangi oncomnya hhmmn….. surabi isi keju, sosis, coklat atau isi laennya terkalahkan. Selain isi oncom, yang sensasional cairan gula merah kental tuh dituangkan di atas surabinya”. tutur Endi salah satu pengunjung surabi enhai.
Jualan Surabi,
kata Siapa Gengsi…



Menggelayut dari ingatan masa lampau tak luput. Cerita manis masa lalu Emak Syuti (67) asli orang Bandung yang sekarang bertempat tinggal di jatinangor samping gerbang UNPAD. Emak bersama almarhum suaminya berjualan kue serabi ini Mulai dari tahun 1990. Awalnya suami emak adalah seorang pandai besi. Melihat kondisi perekonomian yang semakin sulit, untuk menyambung hidup maka emak mencoba menawarkan solusi untuk mencoba berjualan kue serabi. Ide itu ternyata diterima baik oleh suaminya Endang.
Saat iklim sedang bagus-bagusnya. Bangun di pagi buta kira-kira jam 04.00 sudah menjadi gaya hidup sehari-hari emak syuti. Sambil siduru (menghangatkan tubuh) emak menyiapkan tungku perapian surabi, emak duduk diam termangu. Sesekali tangannya mengutak-atik kayu bakar yang belum melepuh di depan tungku. Emak, memutar-mutar olahan tepung beras dalam panci, biar encer ngak menggumpal. “ Membikin surabi, harus pas olahannya,” sergah emak.
Dengan etalase serba tradisi dan sederhana. Memang, surabi buatan emak masih menggunakan alat-alat yang terbuat dari bambu. Surabi di jajakan dengan khas tepung beras, diiring asap kayu bakar dan cetakan terbuat dari tanah liat semakin saja membuat kepulan dua asap berbeda beradu membuat aroma padu. Siap santap ! surabi mengepul. Siap saji, melihat percikan api dari tungku perapian surabi, para pembeli yang sebagian besar warga sekitar satu persatu mulai menghampiri emmmhh.
Dingin membuat bulu kuduk cepat berdiri. Sebelum beduk adzan shubuh berkumandang bukan menggunakan selimut kain untuk tidur tapi selimut halimun tidak lagi menjadi halangan. Biar dingin menusuk-nusuk tubuh tapi emak tetap bergegas berwudhu untuk menunaikan ibadah shalat subuh
Jika menilik-nilik ke surabi EnHai, memang sangat jauh berbeda tapi soal inovasi rasa Emaklah, yang duluan mencoba-coba memasukkan inovasi serta gurauan dari para pembeli yang diakomodir dengan apik. Pakemnya surabi itu kan, surabi oncom dan surabi polos yang di taburi kinca (gula merah di cairkan) di tambah gorengan kacang. Masing-masing jika di pasangkan satu sama lain, cerita kelezatannya akan lain pula. kriuk-kriuknya, saat mengunyah terasa lengket di mulut.
Bermunculan inovasi baru yang membuat Emak terus berdedikasi di dalam profesinya berjualan surabi, dulu emak selalu membuat adonan surabi dengan dua rasa. Adonan asin yang hanya memakai garam dan sari kelapa. Ternyata ini untuk mensiasati cucu-cucunya yang senang ngemil surabi, di taburinya keju kemudian sedikit susu kental serta coklat ceres. Cucu-cucunya langsung menagih surabi emak yang sama di keesokan harinya.
Kelak, “lewat surabi, kita berarti mencintai tradisi,” ujar emak syuti.
Karena banyaknya inovasi yang telah dilakukan Emak tidak ingin usaha surabinya ini pupus di tengah generasi turunannya. Maka dari itu salah satu cucunya naming (35) yang sekarang meneruskan usahanya untuk berjualan surabi. sudah 19 tahun usaha ini berjalan turun temurun.
Dengan candaan emak, di tengah anak-anak dan cucu-cucunya ia bilang; “ingin suatu saat bikin soto Surabi khas sunda….jika ada umur barangkali,” ungkap emak. Di tengah cengkrama kumpul bareng keluarga selebihnya, “Emak, ingin naik haji cucu-cucu ku…,” doa dan harapan emak selama ini.
“Surabi Oncom, rasanya maknyoooos” kata Pak Dodi salah satu pelanggan surabi emak dan sependapat dengan semua orang yang pernah datang ke Surabi emak syuti. Oncomnya tidak banyak tapi terasa sekali. Sedikit pedas dan rasa kacangnya Bandung pisan. Rekomen sekali, nih. Yang mesti dipesan lagi adalah Surabi Kinca. Surabi polos ditambah kinca (gula merah cair). Dulu emak hanya berjualan di pagi hari usai shalat subuh sampai jam 8 pagi. Setiap harinya selalu dipadati oleh pangunjung yang ingin merasakan nikmatnya menyantap surabi buatan emak syuti. “saya tuh suka banget sama yang namanya surabi apalagi surabi emak syuti hehehe...lagaknya orang kota tapi teuteup aja lidah mah orang desa euy Ini termasuk salah satu makanan favorit saya, gak kalah deh ama pizza atau Dunkin donuts” ungkap siti salah satu penghuni kostan Pondok Putri Jawara Merah yang sudah menjadi pelanggan tetap emak syuti semenjak dia masuk kuliah di UNPAD.
Sekarang warung surabi emak Buka tiap hari. pukul 07.00-11.00 Lalu tutup sebentar Dan buka lagi jam 15.00-21.00. harga-harga yang ditawarkan pun bervarias.
HARGA SERABI
• Oncom Rp. 1500 * Oncom Mayonaise Rp. 2500
• Oncom Sosis SPC Rp. 4500 * Oncom Ayam SPC Rp. 4000
• Telor Rp. 3500 * Sosis Keju SPC Rp. 5000
• Keju SPC Rp. 4000 * Coklat SPC Rp. 3000
• Pisang Coklat Rp. 3500 * Pisang Keju Rp. 3500
• Nangka Rp. 1500 * Nangka Coklat Keju Rp. 4500
Rasanya yang nonjok akan menggugah selera makan anda. 'Daging' surabinya memang jagoan dan tidak menipu asli menggunakan tepung beras bukan tepung terigu campur. Makanya surabi buatan emak syuti enak. Meski sekarang ada beberapa pedagang surabi yang beralih menggunakan wajan tetapi emak syuti masih tetap menggunakan tungku “supaya rasanya tetap maenyos”. ungkapnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar